BREAKING NEWS
PT. TERAS MEDIA SEJAHTERA (terasbalinews.com). AHU-0012026.AH.01.01.TAHUN 2023.
Aku Lapor Pajak

Didakwa Pengancaman, Yonda Kembali Jadi Pesakitan di PN Denpasar

(Foto/Ist)
banner 120x600

DENPASAR – Belum lama menghirup udara bebas dalam kasus reklamasi liar, Bendesa Pakraman Tanjung Benoa, I Made Wijaya alias Yonda (48), Rabu (23/4/2019) kembali didukan di kursi pesakitan PN Denpasar sebagai terdakwa. Beruntung kali ini, Yonda tidak dijebloskan dalam tahanan karena mendapat  tahanan rumah.

Dalam sidang pimpinan Hakim Kony Hartanto itu, Yonda yang mantan anggota DPRD Badung itu didakwa melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 368 Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP tentang pengancaman.

Selain itu Jaksa Penuntut Umum (JPU) Paulus Agung Widartanyo juga menjerat Yonda dengan Pasal 374 Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP tentang penggelapan dalam jabatan serta Pasal 372 Jo Pasal 55 aya (1) ke-1 KUHP tentang penggelapan.
Dalam dakwaan jaksa yang dibacakan dimuka sidang memaparkan, dalam kasus ini, Yonda tidak sendiri. Dia bersama I Made Sudirarta alias Baker, I Ketut Sunarko, dan I Made Kartika (ketiganya masih dalam proses penyidikan di polisi).

Kasus yang menjerat terdakwa ini berawal dari visi misi program jangka pendek, menengah dan panjang yang disampaikan terdakwa saat menjadi calon Bendesa Adat Tajang Benoa. Jika terdakwa terpilih sebagai Bendasa Adat, maka visi dan misi itu yang disampaikan terdakwa akan menjadi program kerja Bedesa Adat.

Salah satu misi yang ditawarkan terdakwa adalah menggali potensi yang dimiliki oleh Desa Pekraman Tanjung Benoa yang hasilnya digunakan untuk kesejahteraan Krama Desa Tanjung Benoa.
Sementara program jangka pendeknya adala menggali potensi wisata bahari denga potensi – potensi yang lain sehingga dapat memberlakukan kontribusi tambahan bagi Desa Adat Tanjung Benoa.

Singka cerita setelah terdakwa berhasil menjadi Bendesa Perkraman Tanjung Benoa dan diangkat pada tanggal 17 Desember 2014. “Setelah diangkat menjadi Bendesa Adat, terdakwa membuat suara Nomor 01/PDT-TB/XII/2014 per tanggal 12 Desember 2014,” tegas jaksa dalam dakwaannya.

Isi surat itu adalah memberitahukan kepada semua pengusaha wisata bahari di wilayah Desa Pekraman Tanjung Benoa agar mengenakan pungutan aktraks wisata bahari Rp. 10.000 per aktivitas yang hasilnya dibagi dua. Yaitu Rp. 5000 untuk Desa Adat dan Rp. 5000 untuk pengusaha wisata bahari.
Bahwa setelah dilakukan ujicoba, dari 13 pengusaha wisata bahari yang tergabung dalam wadah Gahawisri 9 diantaranya menyatakan keberatan. 9 pengusaha wisata bahari ini hanya ingin memberikan sumbangan kepada Desa Pekraman secara sukarela yang besarnya antara Rp. 2,5 juta sampai Rp. 3 juta per bulan.
Atas kebaratan dari 9 pengusaha wisata bahari ini, terdakwa tetap pada pendirianya untuk menjalankan program gali potensi sebagaimana tertuang dalam surat Nomor 01/PDT-TB/XII/2014.

Bedasarkan surat Nomor : 01/DATB/BPDA-TB/III/2015 tanggal 25 April 2014 dimana dalam BAB V Pasal 3 menyebut, bagi pengusaha yang melakukan pelanggaran sebagaimana diatur dalam BAB III dapat dikenakan sanksi hukuman.

Sanksi yang akan dikenakan kepada pengusaha ini antara lain, Bendesa Adat dapat mengeluarkan surat rekomendasi kepada pihak Gahawisri dan untuk selanjutnya pengusaha/perusahaan yang bersangkutan bisa dikeluarkan dari keanggotaan Gahawisri.
Disamping itu adalah pula sanksi hukum yang menyebut bahwa pengusaha/perusahaan yang menempati atau mengontrak tanah di Desa yang tidak mentaati dan mematuhi keputusan Desa Adat, untuk selanjutnya tidak diperbolehkan melakukan perpanjangan kontrak terhadap tanah tersebut.
Bahwa dalam Perarem gali potensi tidak menentukan besaran dana yang dipungut terhadap pengusaha terhadap pengguna atraksi wisata bahari. Kemudia ada lagi surat edara Nomor : 151/PDP-TB/V/2015 tanpa tanggal yang pada pokoknya menyatakan meminta kepada seluruh pengusaha wisata bahari yang ada di wilaya Desa Pakraan Tanjung Benoa wajib melaksanakan program gali potensi.
Apabila pengusaha tidak mengikuti apa yang tertuang dalam surat edaran tersebut, maka akan dikenakan sebagaimana dimaksud pad Perarem Gali Potensi Wisata Bahari Bab V Pasal 3. Atas hal itu, adalah merupakan ancaman kepada para pengusaha wisata bahari. Sebab apabila pengusaha tidak melaksakan itu maka akan diberinya sanksi tegas.
Disebut pula, dalam surat Nomor : 01/DATB/BPDA-TB/III/2015 tanggal 25 April 2014 dan Nomor : 151/PDP-TB/V/2015 tanpa tanggal dibuat dan ditandatangani oleh terdakwa selaku Bendesa Adat Tanjung Benoa, I Ketut Kartika selaku Ketua Gali Potensi dan I Made Kartika selaku Ketua Badan Perwalikan Desa Adat.

Bahwa dari hasil pungutan tersebut terdakwa bersama I Made Sugiarta alias Beker, I Ketut Sunarka dan I Made Kartika mendapat keuntungan berupa upah yang besarnya disesuaikan dengan jabatan dalam organisasi Gali potensi.

Sementara pendapatan yang didapat dari ujicoba program yang dilakukan mulai tanggal 20 Desember 2014 sampai Juni 2017 adalah Rp. 5.633.559.848. Tak hanya itu, pendapatan itu ditambah lagi dengan pungutan per bulan Juli 2017 yang besarnya Rp. 164. 935. 438. (zar)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *