BREAKING NEWS
PT. TERAS MEDIA SEJAHTERA (terasbalinews.com). AHU-0012026.AH.01.01.TAHUN 2023.
Aku Lapor Pajak

Kasusnya Lamban Ditangani, Pengacara Ipung Adukan Penyidik RPK Polda ke Propam

banner 120x600

Siti Sapura Alias Ipung (kanan) bersama kliennya APD saat bertemu dengan wartawan.(dir)

DENPASAR –  Terasbalinews.com | Penanganan kasus hak anak antara APD dan suaminya KAD di RPK Polda Bali disebut lamban. Padahal kasus tersebut dilaporkan ke Polda Bali pada Desember 2020 lalu.

“Dalam perjalanan saya menganggap penyidik RPK Polda Bali yang menangani kasus ini lamban, kemudian tidak paham hukum. Maaf tidak mengurangi rasa hormat saya kepada penyidik RPK Polda Bali. Saya berani bicara seperti itu karena punya alasan,” kata Siti Sapurah selaku kuasa hukum APD, Rabu (7/4/2021) di Denpasar.

Lantaran penanganan kasusnya lamban, pengacara yang akrab disapa Ipung ini mengaku pernah berkirim surat secara pribadi kepada Kasubdit IV RPK Polda Bali AKBP Kompiang Srinadi.

Di mana dalam isi surat ia memberi masukan dan acuan yang bisa diambil untuk menangani perkara yang dilaporkannya.

“Saya berikan acuan untuk penanganan kasus yakni berisi tentang hukum adat, pernikahan adat dan pernikahan nasional yang saya dapat dari Prof Windia,” ucapnya.

Namun menurut Ipung, surat tersebut tidak dianggap oleh penyidik RPK Polda Bali dengan alasan masih melakukan penyelidikan.

“Nanti mbak kalau sudah ada kesimpulan, bisa gelar perkara dan naik lagi ke tahap penyidikan, baru kita gunakan saksi ahli. Itu bahasa mereka,” tutur Ipung.

Jawaban yang diberikan penyidik membuat Ipung kecewa. Karena menurutnya, semakin lama penanganan kasus tersebut maka hilang hak anak tersebut dalam mendapatkan kasih sayang dari ibu kandungnya.

Ipung lalu meminta SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan). Ketika menerima SP2HP pada akhir bulan Maret 2021, Ipung mengaku kian terkejut karena di sana tidak ada kesimpulan.

Padahal sebelumnya telah banyak saksi yang dimintai keterangan dalam kasus tersebut.

“Tentu ini menyakitkan buat kita. Ada SP2HP tapi tidak ada kesimpulan yang didapat, padahal orang yang diperiksa begitu banyak,” kata Ipung.

Geram, Ipung kemudian mengaku berkirim surat kepada Kementerian PPPA, Kapolri dan Kapolda.

Tak berselang lama, APD kemudian dipanggil oleh penyidik RPK Polda Bali. Di sana APD diberi beberapa pilihan agar rujuk kembali dengan suaminya, melakukan perkawinan sah secara baik-baik, mengurus hak asuh secara baik-baik, mengurus akta kelahiran secara baik-baik lalu mengajukan gugatan perdata ke pengadilan.

“Bayangkan, seorang penyidik polisi yang seharusnya memahami tentang Undang-undang perlindungan anak, yang seharusnya paham tentang Undang-undang perkawinan serta Undang-undang tentang kesehatan tentang hak asuh anak, ini tidak dilakukan,” ucapnya.

“Saya mengatakan maaf, bukan bermaksud menggurui disitu, tapi apakah tidak salah penyidik yang menangani kasus ini duduk disitu,” sebutnya.

Berjalanya waktu, kata Ipung pihaknya menerima  tanggapan dari Kementerian PPP atas surat yang dikirim tanggal 13 Maret 2021.”

“Dari surat itu dapat saya simpulkan bahwa  jika ada perkara hukum terhadap anak para pihak (orang tua) harus menahan diri, anak harus diselamatkan, hak-hak anak harus diberikan, nah ini yang menurut saya belum dilakukan oleh penyelidi,” tegas Ipung.

Tak ada tindaklanjut, Ipung kemudian mengadukan kasus ini ke Propam Polda Bali. Selain mengadukan penyidik RPK Polda Bali, pihaknya juga mengadukan penyidik Polresta Denpasar atas kasus penganiayaan yang dilakukan KAD kepada APD.

“Kami memasukkan laporan hari Senin kemarin, baru tiga hari. Tapi untuk yang di Polresta kami sudah dapat telepon bahwa penyidik Polresta sudah dipanggil,” ucapnya.

Ia juga menyinggung penerapan pasal oleh penyidik Polresta Denpasar. Menurutnya, jika penganiayaan ringan pasal yang diterapkan yakni Pasal 351 ayat (1), penganiayaan sedang Pasal 351 ayat (2) dan penganiayaan berat yakni Pasal 351 ayat (3).

“Tapi ini yang diterapkan Pasal 352, padahal setahu saya pasal ini sudah tidak pernah dipakai. Apalagi terlapor merupakan residivis yang pernah dipenjara dalam kasus penganiayaan pada tahun 2017,” bebernya.(dir)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *