BREAKING NEWS
PT. TERAS MEDIA SEJAHTERA (terasbalinews.com). AHU-0012026.AH.01.01.TAHUN 2023.
Aku Lapor Pajak

Sidang Kasus Dugaan Penganiayaan, Dua Dokter Ungkap Hasil Visum Korban

banner 120x600

dr. I Made Gita Indra Yanthi saat bersaksi di muka sidang.Foto(zar)
Denpasar | terasbalinews.com – Ciaran Francis Caulfield, pria asal Irlandia yang diduga melakukan tindak pidana penganiayaan, Selasa (11/8/2020) kembali dihadirkan di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar untuk menjalani persidangan.
Dua orang dokter hadir dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Putu Gde Novyartha. Dua dokter tersebut adalah dr. I Made Gita Indra Yanthi dan dr. Dudut Rustyadi.
Walaupun keduanya sama-sama berprofesi sebagai dokter, tapi kapasitas kehadirannya di muka sidang berbeda.
dr. I Made Gita Indra Yanthi, dokter yang bekerja di RS Bhayangkara hadir sebagai saksi fakta. Sedangkan dr. Dudut hadir sebagai ahli forensik kedokteran.
dr. I Made Gita Indra Yanthi di muka sidang langsung menceritakan awal mula korban Ni Made Widyastuti Pramesti datang menemuinya di RS Bhayangkara. Korban datang menemui saksi pada tanggal 31 Desember 2019 siang hari.
“Dia (korban) datang dan menceritakan apa yang dialaminya. Setelah itu baru saya lakukan pemeriksaan,” ujar dr. I Made Gita.
Diakui saksi, hasil pemeriksaan memang ditemukan beberapa luka lecet dan luka gores.”Luka goresnya dangkal dan tidak menimbulkan perdarahan,” ujarnya di muka sidang.
Dikatakan pula, saat melakukan pemeriksaan, tidak ada permintaan dari penyidik untuk membuat visum. Atas atas pernyataan itu, kedua kuasa hukum terdakwa, Jupiter Gul Lalwani, SH dan Chandra Katharina Nutz, SH langsung mengejar.
“Sepengetahuan saksi, kalau mau visum itu apakah memerlukan surat surat atau diantar oleh penyidik atau datang begitu saja,” tanya kuasa hukum terdakwa, Jupiter Gul Lalwani yang dijawab saksi biasanya ada surat permintaan yang dibawa langsung oleh penyidik.
Selain itu, saksi juga menerangkan bahwa ada juga bagian tubuh korban mengalami luka memar berwarna merah dan ungu di tangan.
“Saksi tahu atau tidak kalau luka memar yang berwarna merah dan ungu akibat apa dan sudah berapa lama?,” tanya Chandra Katharina Nutz yang dijawab saksi bahwa kedua luka lebam itu disebabkan oleh kekerasan tumpul.
“Tapi soal sudah terjadi beberapa hari saya tidak tahu,” jawab saksi. Terkait warna luka memar ini dijelaskan boleh ahli dr. Dudut Rustyadi. dr. Dudut menjelaskan, luka memar warna merah dan yang masih timbul seperti dalam foto yang ditunjukkan oleh dokter pemeriksa adalah luka yang baru saja terjadi dan kurang dari satu hari.
Sedangkan luka memar berwana ungu biasanya luka tersebut sudah berusia kurang lebih 3 sampai 4 hari. Saat ditanya mengenai kesimpulan dari hasil visum, dr. Dudut menjawab bahwa tidak ada luka yang menyebabkan korban harus mendapatkan perawatan ataupun pengobatan.
Begitu pula dengan saksi dr. I Made Gita mengatakan, usai melakukan pemeriksaan terhadap korban tidak meresepkan obat maupun memberikan obat seperti betadin atas luka yang ada pada tubuh korban.
Hal ini kontradiktif dengan pernyataan suami korban yang memberi kesaksian sebelumnya bahwa ia membelikan betadine untuk luka korban.
“Saat dilakukan pemeriksaan, korban dalam kondisi baik baik saja. tekanan darah normal, luka memar kami oles dengan salep dan tidak kami beri obat juga tidak kami temukan indikasi bahwa korban harus menjalani rawat inap,” ungkap dr. Ni Made Gita.
Sama halnya dengan apa yang dikatakan dr. Dudut. Ahli forensik kedokteran ini mengatakan, jika melihat hasil visum korban, maka tidak diperlukan obat dan tindakan rawat inap terhadap korban.
“Luka memar dari hasil visum ini tidak diberikan obat. Sebab dalam kurun waktu kurang lebih 14 hari akan sembuh sendiri,” ungkap dr. Dudut.
Dalam persidangan, saksi dr. I Made Gita pun sempat heran saat melihat hasil visum dengan foto luka korban dalam berkas ternyata berbeda. Atas hal itu, hakim langsung menegaskan kepada saksi apakah yakin ada perbedaan yang langsung dijawab saksi memang berbeda.
Saksi mengatakan dengan tegas dan lantang bahwa luka tersebut berbeda dan tidak sesuai dengan gambar yang ditunjukkan. Yang menjadi tanda tanya juga bahwa saksi dalam BAP dan persidangan mengatakan bahwa pelipis kanan terbentur hingga lebam namun tidak ada di visum.
Usai sidang, Chandra Katharina Nutz mengatakan bahwa, hadirnya saksi dokter yang memeriksa korban dan ahli forensik kasus yang menjerat kliennya itu semakin terang.
“Dengan hadirnya dokter pemeriksa dan saksi ahli forensik, perkara ini semakin terang benderang. Inilah pentingnya kehadiran mereka dalam persidangan bagi kami dan terdakwa agar dalam fakta persidangan bisa terlihat bahwa banyak ketidakcocokan yang terjadi,” pungkasnya.(zar)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *